Saturday, October 12, 2013

Ajaran Buddha: Dilarang Membunuh Binatang?


Buddhisme sangat terbuka dengan kritik dan pertanyaan, tidak sedikit buddhis yang menyelidiki dengan seksama sutta-sutta tanpa langsung mempercayainya, hal ini sesuai dengan Kalama Sutta yang dibabarkan Buddha yang mendorong kita untuk menyelidiki suatu pandangan/ajaran tanpa terikat oleh dogma dan fanatisme, ajaran Buddha sendiri tidak bersifat dogmatis, perkataan Buddha bukan perintah yang harus dituruti atau tidak boleh dipertanyakan, Buddha mendorong agar kita menyelidiki apakah sesuatu bermanfaat atau tidak, sesuai Dhamma dan Vinaya atau tidak. 

Sebenarnya tidak terlalu banyak kritikan atau pertanyaan menyangkut ajaran Buddha, setidaknya yang cukup menantang, umumnya kritikan/pertanyaan yang diajukan pada umat Buddha dikarenakan ketidaktahuan sang penanya mengenai dasar ajaran Buddha, dengan memberikan pengertian mengenai Buddhisme, kritik/pertanyaan itu dapat terjawab tanpa kesulitan.

Ada juga kritik/pertanyaan yang diajukan karena sang penanya terdogma dengan konsep keyakinannya yang berbeda dengan Buddhisme, tentu saja untuk kasus ini apapun yang bertentangan dengan yang diimani seseorang yang sudah terdogma akan menjadi salah bagi mereka, tidak hanya Buddhisme yang salah bagi mereka, tetapi juga ajaran lain atau bahkan sains.

Berikut ini adalah salah satu contoh kritik/pertanyaan dari Paulus Teguh (http://paulusteguh.blogspot.com), salah satu artikelnya mempertanyakan kelogisan ajaran Buddha - dilarang membunuh binatang. Pemikiran saudara Paulus ini sangat baik dan sebenarnya wajar sekali ditanyakan oleh non-buddhis dengan latar belakang ajaran Kristen.

Isi lengkap artikelnya adalah sebagai berikut (sumber: http://paulusteguh.blogspot.com/2013/09/ajaran-buddha-dilarang-membunuh-binatang.html):

Ajaran Buddha: Dilarang Membunuh Binatang
Buddha mengajarkan bahwa kita tidak boleh membunuh binatang. Salah satu alasannya adalah, karena mungkin saja binatang tersebut adalah reinkarnasi/tumimbal lahir dari manusia. Sekilas, ajaran ini terlihat sangat baik dan mulia karena mengajarkan cinta kasih pada binatang, bukan hanya pada manusia. Umat Buddha bahkan ada yang lebih ekstrim lagi: tidak mau membunuh tumbuhan juga. Namun bisakah ajaran ini diterapkan di dunia ini? Mustahil. Saya akan jelaskan alasannya.
1. Jika membunuh binatang apapun dilarang, bagaimana dengan membunuh nyamuk? Apakah itu juga dilarang? Jika ya, berarti anda harus membiarkan orang-orang terus terkena malaria atau demam berdarah?
2. Bagaimana dengan pembasmian hama yang merusak ladang pertanian? Membasmi hama wereng dengan menggunakan pestisida misalnya. Apakah itu juga dilarang? Jika ya, berarti kita harus membiarkan saja para petani bangkrut dan bangsa ini kekurangan pangan?
3. Bagaimana dengan meminum obat cacingan? Bukankah obat cacingan itu bermanfaat untuk membunuh cacing-cacing di dalam perut kita? Apakah itu juga tidak boleh? Kita harus membiarkan cacing itu hidup di dalam perut manusia?
4. Bagaimana dengan meminum obat antibiotik? Bukankah obat antibiotik itu membunuh kuman-kuman (yang merupakan binatang bersel satu) di dalam tubuh kita? Apakah itu juga tidak boleh?
5. Bagaimana dengan perbuatan membersihkan WC, membersihkan bak mandi yang kotor, membersihkan sungai kumuh dan sebagainya? Perbuatan itu akan membunuh jentik-jentik nyamuk dan membunuh kuman-kuman yang hidup di sana, apakah itu dilarang?
Sudah jelas, ajaran dilarang membunuh binatang itu sangat mustahil diterapkan dalam kehidupan dunia ini. Berikut ini beberapa konsekuensi logis yang akan muncul jika ajaran ini dipaksakan diterapkan:
a. Dunia ini akan penuh dengan penyakit tifus, malaria, demam berdarah, dsb yang disebabkan oleh binatang-binatang seperti nyamuk, lalat, tikus dsb.
b. Dunia ini akan kehabisan makanan. Kita tentu tidak bisa makan daging (karena kita tak boleh membunuh dan memasak binatang), kita juga akan kekurangan stok makanan dari tumbuh-tumbuhan (padi, buah-buahan, jagung dsb) karena dirusak oleh hama wereng, cacing, tikus dsb tapi kita tidak boleh membasmi hama tersebut.
c. Selain dunia ini menjadi penuh penyakit seperti di poin a, penyakit-penyakit tersebut juga tidak akan bisa ditangani oleh dunia kedokteran. Karena dunia kedokteran sudah pasti menggunakan alat-alat seperti obat antibiotik, obat cacingan, dsb yang berguna membunuh kuman atau makhluk-makhluk lain di tubuh manusia.

Mungkin ada orang Buddha yang akan berargumen bahwa penggunaan obat antibiotik, cacingan dsb tersebut diperbolehkan karena tujuannya baik. Pertanyaannya di sini adalah, baik menurut siapa? Bagi manusia tentu saja obat antibiotik tersebut baik, tapi bagi kuman-kuman di dalam tubuh (yang bisa saja merupakan hasil reinkarnasi manusia tersebut) tentu itu tidak baik. Bagi manusia tentu saja obat cacingan itu baik, tapi bagi cacing-cacing tentu saja obat tersebut merupakan bencana.
Kenapa Buddha tidak pernah membahas tentang ini? Kenapa Buddha tidak pernah membahas mengenai makhluk-makhluk hidup bersel satu seperti amuba, paramecyum, kuman dsb? Sudah pasti Gautama tidak tahu tentang itu semua. Gautama pasti tidak mengetahui adanya makhluk-makhluk hidup berukuran kecil yang tidak terlihat mata tersebut. Ia pasti tidak tahu adanya cacing di dalam tubuh manusia, adanya kuman dan sebagainya. Di sinilah bisa terlihat bahwa klaim Gautama bahwa dirinya telah mencapai kesempurnaan dan kemahatahuan tersebut patut dipertanyakan. Sejak dari awalnya pun memang saya sudah menganggap sama sekali tidak logis seorang manusia dengan segala keterbatasan otak dan tubuh bisa mencapai kemahatahuan akan segala sesuatu. Hal ini tentu saja ironis bagi kaum Buddha yang mengklaim agamanya paling sesuai dengan sains modern, dengan teori evolusi, teori alam semesta dan sebagainya. Memang di dunia ini hanya Tuhan saja yang maha tahu. Seorang manusia yang mengklaim diri mencapai kemahatahuan, seolah-olah menyamakan diri dengan Tuhan, pada akhirnya pasti akan dipermalukan oleh Tuhan.
Setelah copy paste artikelnya secara penuh, berikut tanggapan untuk setiap poinnya yang saya kutip ulang dan bold:
Buddha mengajarkan bahwa kita tidak boleh membunuh binatang. Salah satu alasannya adalah, karena mungkin saja binatang tersebut adalah reinkarnasi/tumimbal lahir dari manusia.
Tanggapan: Buddha mengajarkan melatih diri untuk menghindari pembunuhan (bukan cuma pada binatang, tetapi juga pada manusia sebagai makhluk hidup) BUKAN karena binatang tersebut mungkin dulunya manusia. Saudara Paulus mengakui dalam komentar di blognya bahwa informasi ini dia ketahui dari teman yang beragama Buddha. Terlepas apakah terjadi miskomunikasi, yang jelas informasi tersebut SALAH. Potongan singkat Digha Nikaya 1 (Brahmajàla Sutta) berikut cukup mewakili dasar moralitas ajaran Buddha mengenai pembunuhan:
"Menghindari pembunuhan, Petapa Gotama berdiam dengan menjauhi pembunuhan, tanpa tongkat atau pedang, cermat, penuh belas kasih, bergerak demi kesejahteraan semua makhluk hidup"
Jelas bahwa ajaran Buddha menghindari pembunuhan didasari pada belas kasih demi kesejahteraan semua makhluk hidup, tidak ada sutta yang menyatakan menghindari pembunuhan karena mungkin binatang tersebut hasil kelahiran kembali dari manusia.
Umat Buddha bahkan ada yang lebih ekstrim lagi: tidak mau membunuh tumbuhan juga.
Tanggapan: Jika ada umat Buddha yang menghindari "membunuh" tumbuhan (bagaimana mungkin membunuh sesuatu yang tidak punya kesadaran dan pikiran?), maka ini bukanlah ajaran Buddha, barangkali merupakan intepretasi pribadi. Jika anda mendalami Buddhisme, tidak ada hal yang ekstrim, ajaran Buddha khususnya merujuk pada Jalan Mulia Berfaktor Delapan sering disebut Jalan Tengah yang menghindari ekstrim pemuasan nafsu berlebih pada satu sisi, dan penyiksaan diri pada sisi lainnya, juga pasangan lain yang berseberangan, seperti eternalisme dan anihilisme.
1. Jika membunuh binatang apapun dilarang, bagaimana dengan membunuh nyamuk? Apakah itu juga dilarang? Jika ya, berarti anda harus membiarkan orang-orang terus terkena malaria atau demam berdarah?
Tanggapan: Terdapat fallacy dalam argumen ini, yang mengindikasikan bahwa kalau tidak membunuh nyamuk, maka orang akan terus terkena malaria atau demam berdarah. Bantahan terhadap fallacy ini:
Apakah orang-orang yang terkena malaria atau demam berdarah adalah orang yang tidak membunuh nyamuk? Tentu tidak! Banyak orang yang terkena malaria atau demam berdarah bukan beragama Buddha yang berarti sangat kecil kemungkinan mereka tidak membunuh nyamuk. Mereka membunuh nyamuk dan TETAP kena malaria/demam berdarah. Ini berarti bahkan jika orang tersebut gemar membunuh nyamuk, hal tersebut tidak akan menanggulangi penyakit malaria/demam berdarah.

Mengenai apakah membunuh nyamuk dilarang, mula-mula perlu ditekankan bahwa Buddhisme bukan dogma, ajarannya tidak berisi perintah yang harus dituruti, saudara Paulus menggunakan kata dilarang karena agamanya dogmatis dan ia mengaplikasikannya pada Buddhisme. Untuk melihat bedanya, perlu dilihat apa isi sila pertama dari Pancasila sebagai berikut (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila_(Buddha) ):

Pānātipātā veramani sikkhapadam samādiyāmi

Yang diterjemahkan:

Aku bertekad melatih diri untuk menghindari pembunuhan (nilai kemanusiaan) guna mencapai samadi.

Berbeda sekali dengan firman Tuhan, bukan? Pancasila dalam ajaran Buddha adalah ajaran dasar moralitas, umat Buddha melakukannya bukan karena perintah, tetapi untuk melatih moralitas dengan penuh kesadaran, mengembangkan belas kasih. Apa bedanya? Jika anda menjalankan perintah/dogma jangan membunuh, maka anda akan menganggap menyakiti makhluk hidup tidak melanggar perintah, karena jelas perintahnya "jangan membunuh" dan bukan "jangan menyakiti". Tetapi jika anda menjalankan latihan menghindari pembunuhan berdasarkan moralitas, anda akan tahu bahwa menyakiti makhluk hidup pun tidak sesuai dengan moralitas.

Kembali pada persoalan membunuh nyamuk. Benar bahwa membunuh nyamuk bertentangan dengan sila 1. Tetapi melatih diri menghindari pembunuhan termasuk pada nyamuk sangat mungkin dilakukan, saya bertahun-tahun tidak lagi membunuh nyamuk dan tidak pernah kena malaria/demam berdarah. Banyak cara menanggulanginya, bisa menggunakan lotion anti nyamuk, menjaga kebersihan, juga perhatikan bahwa nyamuk aedes aegypti yang membawa virus penyebab demam berdarah hanya aktif pada pagi dan siang hari sehingga kita bisa meningkatkan kewaspadaan pada lingkungan yang kurang bersih pada rentang waktu pagi - siang. Program penanggulangan malaria pun bukan dengan membunuh nyamuk, tetapi dengan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur). Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti
2. Bagaimana dengan pembasmian hama yang merusak ladang pertanian? Membasmi hama wereng dengan menggunakan pestisida misalnya. Apakah itu juga dilarang? Jika ya, berarti kita harus membiarkan saja para petani bangkrut dan bangsa ini kekurangan pangan?
Tanggapan:  Fallacy yang sama dengan poin 1, kali ini argumennya mengindikasikan jika tidak pakai pestisida atau pembasmi hama lain, maka para petani akan bangkrut dan bangsa ini akan kekurangan pangan. Bantahannya: apakah negara yang tidak menggunakan pestisida dan pembasmi hama lain, maka petaninya bangkrut dan bangsanya kekurangan pangan? Tidak! Justru khusus pestisida memiliki potensi menjadi racun bagi manusia dan binatang lain, menurut  Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants,, 9 dari 12 bahan kimia organik yang paling berbahaya adalah pestisida (sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Pesticide). Masih di link yang sama malah dikatakan "In Indonesia, farmers have reduced pesticide use on rice fields by 65% and experienced a 15% crop increase" (Di Indonesia, para petani telah mengurangi penggunaan pestisida pada lahan sawah sebesar 65% dan mengalami peningkatan tanaman sebesar 15%). Pada link berikut dijelaskan berbagai metode pengontrolan hama dan tidak semuanya harus membunuh hama: http://en.wikipedia.org/wiki/Pest_control#Types_of_pest_control , selanjutnya, link http://aunian.blogspot.com/2013/03/cara-membasmi-hama-dengan-menggunakan.html juga menjelaskan salah satu metode mengusir hama tanpa membunuh dengan menggunakan bahan organik. Kesimpulannya, mengatasi hama tanpa membunuh itu DIMUNGKINKAN, tidak menyebabkan para petani bangkrut atau bangsa jadi kekurangan pangan.
3. Bagaimana dengan meminum obat cacingan? Bukankah obat cacingan itu bermanfaat untuk membunuh cacing-cacing di dalam perut kita? Apakah itu juga tidak boleh? Kita harus membiarkan cacing itu hidup di dalam perut manusia?
Tanggapan:  minum obat cacing yang berakibat terbunuhnya cacing di dalam perut juga bertentangan dengan sila 1. Tetapi saya hampir tidak pernah minum obat cacing seumur hidup (dulu pernah waktu belum mempelajari Buddhisme dan lebih karena ikut-ikutan tren minum obat cacing 6 bulan sekali) dan saya tidak bermasalah dengan cacing, cacing bisa terdapat pada manusia dan binatang tetapi jarang sampai membahayakan, kalau sampai membahayakan, pastilah orang tersebut sangat tidak menjaga kebersihan sehingga cacing masuk dan merajalela, padahal pencegahannya sangat mudah: "sangat penting untuk menjaga kebersihan pribadi, dengan menitikberatkan kepada mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan. Pakaian dalam dan seprei penderita sebaiknya dicuci sesering mungkin dan dijemur matahari." (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Cacing_kremi ).

Walau saya tidak mendapatkan data kapan obat cacing mulai digunakan, tetapi saya berasumsi orang zaman dulu tidak mengenal obat cacing dan tetap bisa hidup sehat. Jadi obat cacing bukanlah isu besar di sini. Namun katakanlah ada kasus seorang buddhis terlanjur mengalami cacingan yang sangat parah, ia terpaksa minum obat cacing yang menyebabkan cacing terbunuh. Dalam hal ini ia melakukan hal yang bertentangan dengan sila 1, lalu apa konsekuensinya? Konsekuensinya bukanlah sang pelaku berdosa atau masuk neraka, melainkan karena ini adalah latihan moralitas dan belas kasih, kita seharusnya melakukannya tanpa rasa kebencian, menyadari bahwa ini adalah kesalahan kita sendiri yang tidak menjaga kebersihan, mengakibatkan kita melakukan kamma buruk dengan membunuh cacing dengan sengaja. Jadi walaupun kita melakukan kamma buruk, tetapi seorang yang melatih moralitas akan berusaha memperbaikinya di masa depan.

Sama halnya dulu saya refleks menepuk nyamuk yang lewat, sebenarnya ini bukan tidak sengaja (alasannya refleks), ini adalah kesengajaan karena niat membunuh yang sudah sangat kuat menjadikannya refleks menepuk nyamuk tanpa ada belas kasih pada makhluk hidup, tetapi dengan latihan, hal ini terbukti dapat dikikis habis. Sekarang saya tidak ada lagi refleks membunuh nyamuk, tapi semua kamma buruk yang sudah saya lakukan tidak hilang, saya tetap berpotensi mendapatkan akibatnya (vipaka kamma), tetapi dengan latihan moralitas, saya dapat memperbaiki diri sehingga tidak terus terjebak melakukan perbuatan buruk. Paham poinnya?

Contoh lain adalah sila ke-4 yaitu:

Aku bertekad untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar /berbohong, berdusta, fitnah, omongkosong (nilai kejujuran)guna mencapai samadi.

Ini adalah hal yang sulit pada awalnya dan saya paling sering keceplosan berbohong saat bercanda, dan setiap saya melakukannya maka itu adalah kamma buruk, tetapi karena saya bertekad melatih moralitas, maka lama-lama kebohongan itu dapat disadari sebelum terucap, semakin lama kesadaran moral itu semakin nyata. Inilah inti latihan.
4. Bagaimana dengan meminum obat antibiotik? Bukankah obat antibiotik itu membunuh kuman-kuman (yang merupakan binatang bersel satu) di dalam tubuh kita? Apakah itu juga tidak boleh?
 Tanggapan: Berikut potongan Samyutta Nikaya 23 (Rādhasaṃyutta):
Di Sāvatthī. Sambil duduk di satu sisi, Yang Mulia Rādha berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, dikatakan, ‘makhluk, makhluk.’ Bagaimanakah, Yang Mulia, seseorang disebut makhluk?” 
“Seseorang terjerat, Rādha, terjerat erat, dalam keinginan, nafsu, kesenangan, dan kegemaran terhadap bentuk; oleh karena itu ia disebut makhluk. “Seseorang terjerat, Rādha, terjerat erat, dalam keinginan, nafsu, kesenangan, dan kegemaran terhadap perasaan … terhadap persepsi … terhadap bentukan-bentukan kehendak … kesadaran, oleh karena itu ia disebut makhluk.
Dalam Buddhisme, ada yang disebut makhluk hidup (sentient beings) atau satta, cirinya adalah memiliki perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, kesadaran, makhluk hidup inilah yang dapat terlahir kembali setelah kematian. Sesuatu yang bukan termasuk satta, ketika mati tidak terlahir kembali. Ini termasuk benda hidup atau pana, contohnya adalah tumbuhan, kuman, bakteri, sperma, ovum, yang tentu tidak memiliki perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran. Dalam Nikaya-nikaya awal Buddhisme juga tidak ditemui sutta yang menunjukkan makhluk hidup terlahir dari atau menjadi tumbuhan atau micro-organisme. Jadi kuman dan sejenisnya bukanlah makhluk hidup dalam Buddhisme. Obat-obatan juga sudah dikenal pada zaman Buddha dan justru menjadi salah satu kebutuhan pokok.
5. Bagaimana dengan perbuatan membersihkan WC, membersihkan bak mandi yang kotor, membersihkan sungai kumuh dan sebagainya? Perbuatan itu akan membunuh jentik-jentik nyamuk dan membunuh kuman-kuman yang hidup di sana, apakah itu dilarang?
Tanggapan:  Senada dengan poin-poin sebelumnya. Seseorang yang menjalankan sila akan berhati-hati dalam setiap hal agar tidak sampai membunuh makhluk hidup dengan sengaja, kalau kita rajin membersihkan rumah dan lingkungan, maka kita tidak akan menemukan bak mandi yang penuh jentik-jentik. Saya sendiri setiap mandi akan memeriksa terlebih dahulu apakah lantai kamar mandi tidak ada makhluk hidup seperti semut yang berisiko mati jika terkena air, kalau ada maka saya akan menyingkirkannya keluar dari area mandi. Hal-hal seperti ini sangat mungkin dilakukan dan sudah sepantasnya dilakukan. Tentu saja bagi yang belum melatih moralitas dan mengembangkan belas kasih, hal seperti ini akan dianggap merepotkan.
Sudah jelas, ajaran dilarang membunuh binatang itu sangat mustahil diterapkan dalam kehidupan dunia ini. Berikut ini beberapa konsekuensi logis yang akan muncul jika ajaran ini dipaksakan diterapkan:a. Dunia ini akan penuh dengan penyakit tifus, malaria, demam berdarah, dsb yang disebabkan oleh binatang-binatang seperti nyamuk, lalat, tikus dsb.
Tanggapan: Argumen ini sudah terbantahkan dengan tanggapan-tanggapan di atas.
b. Dunia ini akan kehabisan makanan. Kita tentu tidak bisa makan daging (karena kita tak boleh membunuh dan memasak binatang), kita juga akan kekurangan stok makanan dari tumbuh-tumbuhan (padi, buah-buahan, jagung dsb) karena dirusak oleh hama wereng, cacing, tikus dsb tapi kita tidak boleh membasmi hama tersebut.
Tanggapan: Mengenai stok makanan dari tumbuh-tumbuhan karena dirusak hama juga sudah dijawab pada tanggapan di atas. Namun ada argumen baru yang menarik di sini yaitu "Kita tentu tidak bisa makan daging (karena kita tak boleh membunuh dan memasak binatang)". Seandainya semua orang menjalankan sila, benar bahwa pembunuhan binatang akan berkurang, tetapi memasak binatang yang sudah mati  (yang mati bukan dari pembunuhan yang disengaja) tidaklah bertentangan dengan sila 1. Bahkan katakanlah terjadi hal ekstrim manusia tidak lagi memakan daging, so what? Makhluk hidup berevolusi dengan kompleks dan kita tidak akan dapat menebak dengan akurat bagaimana keadaan dunia jika semua orang menjalankan sila, jika semua orang beragama Kristen, jika semua orang menjadi ateis dan seterusnya, selain hal seperti itu sulit terjadi, juga bukan tujuan Buddhisme menguasai dunia dengan ajarannya. Buddha hanya menunjukkan kebenaran. Buddha mengetahui bahwa lebih sedikit makhluk yang menghindari pembunuhan, lebih banyak makhluk yang tidak menghindari pembunuhan. Tetapi banyaknya orang jahat/rendah moral tidak berarti kebenaran harus ditutupi.
c. Selain dunia ini menjadi penuh penyakit seperti di poin a, penyakit-penyakit tersebut juga tidak akan bisa ditangani oleh dunia kedokteran. Karena dunia kedokteran sudah pasti menggunakan alat-alat seperti obat antibiotik, obat cacingan, dsb yang berguna membunuh kuman atau makhluk-makhluk lain di tubuh manusia.
Tanggapan: Sudah terjawab juga di tanggapan-tanggapan sebelumnya. Obat cacing tidak selalu harus digunakan selama kita menjaga kebersihan, sedangkan obat yang menangkal virus, kuman, tetap dapat digunakan karena tidak termasuk pembunuhan makhluk hidup (satta).
 Mungkin ada orang Buddha yang akan berargumen bahwa penggunaan obat antibiotik, cacingan dsb tersebut diperbolehkan karena tujuannya baik. Pertanyaannya di sini adalah, baik menurut siapa? Bagi manusia tentu saja obat antibiotik tersebut baik, tapi bagi kuman-kuman di dalam tubuh (yang bisa saja merupakan hasil reinkarnasi manusia tersebut) tentu itu tidak baik. Bagi manusia tentu saja obat cacingan itu baik, tapi bagi cacing-cacing tentu saja obat tersebut merupakan bencana.
Tanggapan: Sudah terjawab juga di atas. Tidak ada contoh sutta bahwa kuman adalah hasil kelahiran kembali manusia. Mengenai obat cacing, kalau ada yang berargumen bahwa obat cacing diperbolehkan karena tujuannya baik, itu bukan Buddhisme. Cacing adalah makhluk hidup dan makan obat cacing tetap bertentangan dengan sila 1 dan merupakan kamma buruk. Tetapi dengan melatih diri menjalankan sila, moralitas kita akan bertambah baik dan dapat mengambil pelajaran dari perbuatan kita, alih-alih terus berbuat kamma buruk.
Kenapa Buddha tidak pernah membahas tentang ini? Kenapa Buddha tidak pernah membahas mengenai makhluk-makhluk hidup bersel satu seperti amuba, paramecyum, kuman dsb? Sudah pasti Gautama tidak tahu tentang itu semua. Gautama pasti tidak mengetahui adanya makhluk-makhluk hidup berukuran kecil yang tidak terlihat mata tersebut. Ia pasti tidak tahu adanya cacing di dalam tubuh manusia, adanya kuman dan sebagainya. 
Tanggapan: Jangankan seorang Buddha, bahkan petapa-petapa di zaman Buddha banyak yang memiliki kemampuan melihat makhluk-makhluk kecil yang tidak terlihat mata biasa. Pada Digha Nikàya 8: Mahàsãhanàda Sutta, ada pembahasan mengenai praktik menyiksa diri para petapa, praktik mereka sangat keras, sedikit kutipannya sebagai berikut: "ia adalah seorang yang berbalut duri, membuat tempat tidurnya di atas duri-duri, tidur sendiri berselimutkan lumpur basah, menetap di ruang terbuka, menerima tempat duduk apapun yang dipersembahkan, hidup dari kotoran dan menyukai praktik demikian, seorang yang tidak meminum air dan menyukai praktik demikian.." Menurut komentar, petapa tersebut tidak minum air dingin karena makhluk-makhluk hidup didalamnya. Jelas bahwa para petapa yang mempraktikkan menyiksa diri seperti ini mengetahui adanya makhluk-makhluk dalam air tersebut. Beberapa artikel buddhis juga menyebutkan terdapat sutta di mana Buddha mengatakan di dalam sebuah gelas berisi air terdapat makhluk yang tak terhitung jumlahnya, saya belum menemukan suttanya namun jelas ajaran Buddha merupakan Jalan Tengah yang menghindari ekstrim penyiksaan diri di satu sisi dan ekstrim pemuasan nafsu di sisi lain, jadi Buddha tidak akan menginstruksikan sesuatu yang ekstrim untuk dilakukan seperti halnya para petapa yang disebutkan di atas, dan definisi Buddha bahwa makhluk hidup adalah sesuatu yang memiliki kesadaran dan pikiran sudah cukup jelas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.
Di sinilah bisa terlihat bahwa klaim Gautama bahwa dirinya telah mencapai kesempurnaan dan kemahatahuan tersebut patut dipertanyakan. Sejak dari awalnya pun memang saya sudah menganggap sama sekali tidak logis seorang manusia dengan segala keterbatasan otak dan tubuh bisa mencapai kemahatahuan akan segala sesuatu. 
Tanggapan: Benar sekali bahwa Buddha mengklaim dirinya mencapai kesempurnaan, seorang buddhis yang kritis juga akan mempertanyakannya, namun tidak sekedar mempertanyakan, tetapi juga menyelidiki, dan sejauh saya mempelajari Buddhisme vs agama samawi, saya melihat klaim Buddha jauh lebih sulit dibantah atau dicari kelemahannya dibandingkan agama samawi yang menutupi berbagai kelemahan dibalik dogma misteri Tuhan atau iman yang tidak boleh dipertanyakan, membiarkan pikiran seakan menjadi parasut rusak yang tidak berguna.
Hal ini tentu saja ironis bagi kaum Buddha yang mengklaim agamanya paling sesuai dengan sains modern, dengan teori evolusi, teori alam semesta dan sebagainya. Memang di dunia ini hanya Tuhan saja yang maha tahu. Seorang manusia yang mengklaim diri mencapai kemahatahuan, seolah-olah menyamakan diri dengan Tuhan, pada akhirnya pasti akan dipermalukan oleh Tuhan.
Tanggapan: Pertanyaan saudara Paulus dalam artikelnya adalah pertanyaan yang bagus yang mungkin juga ditanyakan oleh non-buddhis lainnya, terlepas dari apa motifnya. Namun pada paragraf terakhir ini terlihat rupanya pertanyaan saudara Paulus didasari akan ketidakpuasan (tidak terima) kalau Buddha menyatakan dirinya tercerahkan sempurna seakan menyaingi Tuhan yang dipercayai saudara Paulus. Wajar bagi seseorang yang menganggap Tuhannya yang paling sakti, jika ada ratusan ajaran yang menyembah Tuhan yang berbeda-beda maka akan ada ratusan Tuhan yang dianggap paling sakti oleh masing-masing pengikutnya, kemungkinannya hanya ada salah satu yang benar atau tidak ada yang benar, dan yang paling menyedihkan adalah hal itu tidak akan pernah dapat diketahui kebenarannya selama hidup.

Kenyataan yang ada membuktikan bahwa dalam beberapa hal, sains sesuai dengan Buddhisme, bukan sesuai dengan firman Tuhan. Banyak literatur Buddhisme yang terbukti digunakan dalam dunia sains, bukan hanya masalah evolusi dan alam semesta (ini bukan hanya klaim kalangan Buddhis saja, tetapi memang demikian halnya, semua orang bisa membandingkannya karena sumber tersedia lengkap), juga hal lain seperti 6 indria yang dikenal sains ternyata paling mendekati ajaran Buddha (http://tentangajaranbuddha.blogspot.com/2013/10/6-indria.html), dan masih ada lagi yang lain yang rencananya akan saya tulis dalam blog ini, tentunya tidak seluruh sains sejalan dengan Buddhisme, tetapi tentu lebih banyak yang sesuai dengan Buddhisme dibandingkan ajaran lain. Dalam hal ini tampaknya Tuhan yang lebih dipermalukan oleh sains, dan sudah terjadi berkali-kali :)

Update 18 Oktober 2013

Pada blognya, saudara Paulus membalas diskusi ini sebagai berikut (saya buat dengan font italic), yang akan langsung saya tanggapi setiap poin dibawahnya.

Paulus:
1. Anda menyuruh menghindari nyamuk dengan membangun lingkungan bersih. Anda tau tidak kalau nyamuk betina itu datang ke tempat yang banyak orang/hewan untuk menghisap darah, tidak peduli tempat itu bersih atau tidak? Pelajari sains SD dulu sana.

Tanggapan:

Tentu saja nyamuk bisa terbang mencari mangsa, namun sejauh mana nyamuk dapat terbang tergantung jenis nyamuknya. Dalam diskusi ini mengacu pada nyamuk
aedes aegypti‎ yang hanya dapat terbang sejauh kurang lebih 50-100 meter atau mungkin ada referensi yang mengatakan 200 meter, namun tetap relatif dekat. Jadi dalam lingkungan bersih, tidak perlu takut nyamuk demam berdarah.


Paulus:
Kecuali kalau yang anda maksud di sini adalah membangun lingkungan bersih dalam artian mencegah nyamuk berkembang biak. Menguras WC, menguras sungai kotor misalnya. Itu memang akan mencegah perkembangbiakan nyamuk dalam artian MEMBUNUH jentik-jentik di sana. Ya sama aja di sini, tetap aja membunuh. Lagipula nyamuk betina bisa bertelur di air yang kotor maupun bersih, tidak ada bedanya.


Tanggapan:

Kalau sudah ada jentik-jentik, tempat itu sudah kotor. Kalau rajin dikuras, jentik-jentik tidak akan muncul. Kalaupun ada, bukankah jentik-jentik hidup di air? Jadi menguras air dan membiarkannya mengalir jauh tidak sama dengan membunuh jentik-jentik tersebut.

Paulus:

2. Oh.... rupanya anda tidak tahu ya tentang zaman dulu banyak terjadi masa kelaparan di Israel dan Mesir akibat perbuatan hama.... Silahkan belajar dulu.


Tanggapan:

Statemen bunuh diri :) Tapi bagus sekali sehingga saudara Paulus ini dapat menyadari kesalahannya. Ini kalimat awalnya: "Bagaimana dengan pembasmian hama yang merusak ladang pertanian? Membasmi hama wereng dengan menggunakan pestisida misalnya. Apakah itu juga dilarang? Jika ya, berarti kita harus membiarkan saja para petani bangkrut dan bangsa ini kekurangan pangan?" Dengan kata lain saudara Paulus mengatakan kalau pestisida atau cara membunuh hama lainnya dilarang, maka akan menyebabkan petani bangkrut dan bangsa kekurangan pangan. Nah, ternyata di Israel dan Mesir banyak terjadi masa kelaparan. Kenapa? Apa karena mereka menghindari pestisida dan tidak mau membunuh hama? Bisa dipastikan TIDAK. Lalu kenapa saudara Paulus menyalahkan ajaran Buddha yang menghindari pembunuhan jika terjadi kekurangan pangan sementara DENGAN MEMBUNUH hama pun kekurangan pangan tetap terjadi? Dengan statemen bunuh diri ini, semoga saudara Paulus menangkap poin ajaran Buddha yang menekankan pada pengendalian diri, bukan untuk mengubah hukum alam.


Paulus:
3. cacing dibiarkan saja tidak apa-apa asalkan bisa hidup baik-baik saja ya? gini, anda tau gak bahwa cacing di dalam perut itu bisa bertumbuh sampai panjangnya mencapai 1 meter lebih? Anda tau gak apa yang terjadi dengan ibu hamil kalau anaknya tumbuh besar bersama cacing di dalam perutnya?


Tanggapan:
Mengenai cacing, apa yang saya tulis di http://tentangajaranbuddha.blogspot.com/2013/10/ajaran-buddha-dilarang-membunuh-binatang.html tampaknya sudah lengkap untuk menjawab pertanyaan seperti ini.



Paulus:4. Pada dasarnya kuman sama saja dengan binatang-binatang lainnya. Kuman bisa memiliki keinginan, memiliki pikiran, memiliki otak, memiliki kehendak bebas dll. Kalau di sini anda berargumen bahwa kuman berbeda dengan binatang lain; misalnya saja anda mengatakan bahwa kuman tidak memiliki perasaan, saya tantang anda berikan buktinya.

Tanggapan:

Pada dasarnya kuman sama saja dengan binatang lain? (bayangkan kuman sama dengan kucing?) Kuman bisa memiliki pikiran, otak, dll??? Ehm, begini saudara Paulus, saya memang suka berdebat, tapi kalau lawan debat saya ada di level seperti statemen anda, dalam kasus ini saya sama sekali tidak berminat debat dengan anda, karena saya merasa jadinya bukan debat, tapi seperti mengajari anak bodoh. :) Tapi kalau nanti anda bisa melempar statemen yang lebih cerdas untuk bahan debat, dengan senang hati saya akan meladeni anda seputar kuman vs binatang.

Update 23 Oktober 2013

Paulus:

1. Ini saya kutip dari sebuah sumber:
Nyamuk Aedes yang menyebarkan penyakit DBD, suka menetap di tempat yang gelap dan lembab, seperti di kolam, kolong tempat tidur, alas kaki meja atau vas bunga berisi air. Nyamuk tidak harus terbang jauh sejauh 200 meter dulu sebelum menggigit korban lain. Nyamuk bisa mengigit dimana saja dalam radius 200 meter, baik dekat atau jauh.

Anda bisa lihat bahwa TIDAK ADA perkataan bahwa nyamuk tinggal di tempat KOTOR. Tempat tinggal nyamuk tidak ada hubungannya dengan bersih atau kotor. Nyamuk tinggal di tempat gelap dan lembab, tidak ada hubungannya dengan KOTOR. Kalau mau buktinya, bersihkan aja kamar anda sebersih mungkin, lalu di malam hari buka jendela dan pintu kamar anda lebar-lebar. Silahkan rasakan dan lihat sendiri apakah nyamuk-nyamuk masuk dan menggigiti anda atau tidak.

Tanggapan:

Paragraf pertama anda membicarakan nyamuk aedes aegypti‎, paragraf kedua membicarakan nyamuk pada umumnya, ini adalah dua hal berbeda. Nyamuk aedes aegypti sesuai referensi anda hanya bisa terbang 200 m, tapi nyamuk biasa ada yang bisa terbang sampai bermil-mil jauhnya, yang kita bicarakan sesuai diskusi yang anda mulai adalah nyamuk aedes, adalah sebuah fallacy dalam berdiskusi jika anda tidak konsisten dengan topik anda sendiri.

Kalau argumen anda benar bahwa "nyamuk (refer kepada nyamuk aedes aegypti, sesuai topik) tidak ada hubungannya dengan kotor", buat apa ada program pemerintah 3M (Mengubur, Menutup, Menguras) untuk mencegah demam berdarah? Toh nyamuk aedesnya (menurut anda) tetap bisa datang ke rumah dari manapun juga, jadi membersihkan lingkungan dengan 3M akan percuma saja. Beranikah jika program tersebut digalakkan di lingkungan anda, anda sanggah dengan argumen tersebut? :)

Gaya anda berdiskusi rupanya dengan cara mengalihkan diskusi yang bukan merupakan esensi awal, cara itu percuma karena tetap bisa dipatahkan dan tidak akan membuat saya teralih perhatiannya, saya akan mengejar terus topik utama yang anda lempar sbb:

Jika membunuh binatang apapun dilarang, bagaimana dengan membunuh nyamuk? Apakah itu juga dilarang? Jika ya, berarti anda harus membiarkan orang-orang terus terkena malaria atau demam berdarah?

Apakah anda mengakui argumen anda ini sudah terpatahkan dari sanggahan-sanggahan di atas? Kalau ya, case closed. Kalau tidak, silakan sanggah tanpa berputar-putar.

Paulus:

2, Kalau ada jentik-jentik, tempat itu sudah kotor? Teori dari mana ini? Nyamuk bertelur di air, tidak peduli air bersih atau kotor. Terserah deh kalau anda mau berkelit masalah menguras atau membiarkan mengalir, yang jelas semua orang tau kalau menguras atau membersihkan air akan serta merta membunuh jentik-jentik di sana.

Tanggapan:

Ini juga out of topic, tapi masih saya ladeni walaupun tidak penting, kebetulan waktu saya lagi banyak. Tidak perlu teori untuk mengetahui "kalau ada jentik-jentik, tempat itu sudah kotor". Anda kuras bak mandi 2-3 hari sekali, tidak mungkin anda akan melihat jentik-jentik di dalamnya karena bak mandi anda selalu bersih. Tapi kalau anda tidak menguras bak mandi selama berminggu-minggu, bisa jadi akan ada jentik-jentik. Jadi keberadaan jentik-jentik jelas mengindikasikan air tersebut sudah dibiarkan berhari-hari, yang artinya tentu sudah bukan tempat yang bersih.

Mengenai menguras, kalau anda (sambil membawa-bawa "semua orang" untuk mendukung argumen anda) tau bahwa menguras = membunuh jentik-jentik, tentu tidak sulit menjelaskan bagaimana caranya jentik-jentik mati dengan cara itu bukan? Apakah mereka mati karena kehabisan nafas terbawa arus? karena masuk got? atau bagaimana? Silakan jelaskan.

Paulus:

3. Kok aneh jawaban anda? Di israel dan mesir terjadi kelaparan karena pada masa itu BELUM ADA PESTISIDA. Dan sekarang orang membuat pestisida supaya kita tidak kelaparan lagi. 

Tanggapan:

Anda mengalihkan topik lagi dengan mencoba membahas pestisida saja. Pestisida bukanlah esensi topik anda. Esensinya adalah membunuh hama, salah satunya dengan pestisida. Tapi tanpa pestisida, orang tetap ada cara lain membunuh hama, misalnya dengan belerang yang sudah dilakukan sejak lama, lalu dari mana anda tahu saat di Israel dan Mesir terjadi kelaparan, belum ada pestisida? Berikan sumbernya atau kapan tepatnya di Israel dan Mesir terjadi kelaparan, saya ada sumber yang menyatakan pestisida sudah ada sejak 4.500 tahun yang lalu.

Paulus:

3. ini saya copas dari perkataan di link anda:
Walau saya tidak mendapatkan data kapan obat cacing mulai digunakan, tetapi saya berasumsi orang zaman dulu tidak mengenal obat cacing dan tetap bisa hidup sehat.

Anda bermain asumsi seenaknya sendiri. Justru zaman dulu orang selalu kena cacingan makanya orang-orang berusaha membuat cacingan. Kalau dari sejak zaman dulu orang tidak ada masalah dengan cacingan ya tidak mungkin orang terpikir untuk membuat obat cacingan.


Tanggapan:

Obat cacing itu alternatif, bukan keharusan. Alternatif buat orang yang tidak bisa menjaga kebersihan, saya juga belum melihat bukti bahwa obat cacingan adalah obat yang urgent, misalnya sampai menyebabkan sakit parah atau kematian kalau tidak memakannya.

Paulus:

Perkataan yang ini juga lucu:
Jadi walaupun kita melakukan kamma buruk, tetapi seorang yang melatih moralitas akan berusaha memperbaikinya di masa depan.

Kalau gini mah berarti gapapa kalau kita membunuh orang, menipu orang dsb dalam kondisi terpaksa, toh nanti kita akan melatih moralitas dan memperbaikinya di masa depan.

Tanggapan:

Apakah anda mengetahui maksudnya karma (kamma)? Perbuatan buruk akan berakibat buruk, dan itu tidak bisa ditawar, bahkan dengan memperbaiki perilaku anda di masa depan, perbuatan buruk yang sudah anda lakukan akan dapat menjadi masak buahnya dan berakibat buruk ke anda. Tapi dengan melatih moralitas, kita tidak terjebak melakukan perbuatan buruk terus. 

Jadi apa maksudnya "gapapa kalau kita membunuh orang, menipu orang dst dalam kondisi terpaksa?", kalau anda lakukan tetap saja itu akan berakibat buruk ke anda nanti. Atau anda sedang menertawakan ajaran Kristen? Karena kalimat itu cocok dengan ajaran Kristen, membunuh orang tidak apa-apa asal nantinya percaya Yesus, kalau di ajaran Buddha, tidak ada penghapusan kesalahan seperti itu.

Paulus:

4. oh ya sudah deh, up to you :)      

Tanggapan:

Ok, case closed untuk poin ini.

Update 24 Oktober 2013

Paulus:

4. Nih, saya kutip dari sebuah sumber:

Berikut ini dari Creation Moments, 14 Oktober 2011: “Para peneliti kini mendapatkan bahwa bakteri memiliki indera yang mirip dengan pendengaran dan penglihatan kita. Bakteri bahkan memiliki otak yang menerima informasi dari indera mereka itu. Mereka dapat membuat keputusan. Namun, semua ini belum dapat menjelaskan bagaimana bakteri dapat membuat keputusan untuk berenang menuju makanan. Ketika anda ingin makan coklat, anda tahu ke mana harus pergi, bahkan jika harus ke toko terdekat. Anda juga bisa mengambil jalan lain agar tidak terlihat oleh dokter gigimu. Semua ini melibatkan memori, yang telah sejak dulu dianggap bagian dari pikiran. Para peneliti, dengan menggunakan berbagai bahan percobaan yang dapat menarik atau menyengat bakteri, kini tahu bahwa bakteri memang memiliki memori jangka panjang maupun jangka pendek. Mereka ingat di mana ada makanan yang enak. Sekali sebuah bakteri mengembangkan strategi untuk menghadapi sesuatu yang tidak dikenal, ia akan ingat apa yang harus dilakukan kali berikutnya. Penemuan ini mengejutkan para ilmuwan. Mereka tahu bahwa ketika anda atau saya memutuskan untuk maju atau mundur, setidaknya ratusan dan mungkin ribuan sel otak terlibat. Bakteri yang hanya satu sel dapat membuat keputusan yang sama berdasarkan memori akan masa lalu.”

sumber: http://graphe-ministry.org/articles/2011/10/otak-bakteri/

Kita bisa simpulkan bahwa bakteri atau kuman memiliki kesamaan dengan binatang pada umumnya. Memiliki otak, memiliki kesadaran, memiliki perasaan. Silahkan anda jawab argumen ini :D 

Tanggapan:

sumber: Creation Moments? Ehm.. saya pikir ini debat dengan sudut pandang sains, kok sumbernya dari kalangan creationist yang jelas-jelas anti evolusi? Ayo usaha lagi Sdr. Paulus dengan sumber sains, kesulitan ya mencari sumber sains yang mendukung pendapat anda? :)

Paulus:

1. Anda bisa lihat dari awal artikel saya itu mengatakan nyamuk PADA UMUMNYA alias semua nyamuk. Mengenai demam berdarah dan malaria, itu hanyalah contoh konsekuensi yang timbul apabila kita tidak dibolehkan membunuh SEMUA nyamuk. Aedes aegipty juga termasuk salah 1 nyamuk kan? Sedari awal saya tidak pernah mengkhususkan pembicaraan atau artikel hanya pada nyamuk aedes aegipty. Esensi nya tentu saja tetap pada membunuh nyamuk pada umumnya. Malaria dan demam berdarah itu hanya CONTOH konsekuensi yang timbul. Justru anda itu yang berusaha mengalihkan pembicaraan menjadi khusus pada nyamuk penyebab demam berdarah.

Tanggapan:

Saya copas poin anda:

1. Jika membunuh binatang apapun dilarang, bagaimana dengan membunuh nyamuk? Apakah itu juga dilarang? Jika ya, berarti anda harus membiarkan orang-orang terus terkena malaria atau demam berdarah?

Arti poin ini adalah anda menganggap:

"kalau tidak membunuh nyamuk maka orang akan terus kena malaria atau demam berdarah"

maka wajar jika saya menyanggah dengan NEGASI-nya yaitu:

"TIDAK BENAR kalau tidak membunuh nyamuk maka orang akan terus kena malaria atau demam berdarah", disusul data-data tentang nyamuk malaria.

Tapi yah.. ujung-ujungnya tetap saja, TIDAK ADA MASALAH kalau manusia melatih diri untuk tidak membunuh nyamuk.

Paulus:

Gini deh, kalau anda masih berkelit bahwa kita bisa menghentikan nyamuk dengan MEMBERSIHKAN, silahkan anda berikan kutipan yang mengatakan bahwa nyamuk tinggal/berkembang biak di tempat yang KOTOR. Saya sudah kasi sumber bukti sedangkan dari tadi anda tidak bisa kasi sumber apapun. Mengenai 3M, itu terlalu menyimpang jauh dari argumen masalah kotor. Mengubur, menutup, menguras itu berbeda dengan MEMBERSIHKAN.

Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi.
Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur.
Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.

You see? Tujuan 3M adalah mencegah perkembangbiakan nyamuk. BUKAN MEMBERSIHKAN. Kalau benar argumen anda bahwa kita bisa mencegah nyamuk dengan membersihkan, tentunya 3M itu bukan "mengubur, menutup, menguras" melainkan "menyapu, mengepel, menguras".

Tanggapan:

Saya tidak pernah mengeluarkan statemen nyamuk tinggal/berkembang biak di tempat yang kotor. Saya menulis di blog anda "Lebih efektif membangun lingkungan bersih untuk menghindari malaria", mungkin karena itu anda berpikir sampai ke menyapu dan mengepel, kalau di blog saya, langsung saya kasih contoh 3M. Jadi mungkin terjadi beda persepsi, untuk itu saya tekankan di sini lingkungan bersih yang saya maksud tentu berhubungan dengan pencegahan nyamuk berkembang biak salah satunya dengan 3M.

Menguras tentu saja termasuk membersihkan, kalau anda menguras bak mandi, bukankah tujuannya membuang air yang kotor? Begitu juga dengan mengubur dan menutup. Contoh: bersih mana tempat air yang terbuka dan tertutup? Tentu saja yang tertutup.

Saya melihat cara debat anda adalah lebih fokus ke KATA daripada ISI, padahal kata bisa saja salah ketik atau masalah gaya tulisan, contoh: karena sumber anda tentang 3M tidak ada kata BERSIH, maka kesimpulan anda 3M bukan MEMBERSIHKAN. Itu bukan debat yang pintar, Sdr. Paulus. Dengan cara yang sama saya bisa mengcounter anda bahwa cara mencegah malaria adalah dengan MEMBERSIHKAN. Lihat sumber ini:

“Menjaga agar lingkungan tetap bersih menjadi salah satu faktor wajib untuk mencegah penyebaran penyakit DBD. Jika masyarakat mau menjaga lingkungan tetap bersih dan bersama-sama melakukan pencegahan, maka kasus DBD dapat ditekan dan tidak memicu kejadian luar biasa (KLB),” tutur dr. Tri

(sumber: http://health.okezone.com/read/2013/04/03/482/785879/selain-3m-ini-cara-efektif-cegah-penyebaran-dbd)

 Ayoo berantas DBD jaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas jentik dan nyamuk aedes aegypti.

(sumber: http://www.tribunnews.com/kesehatan/2013/01/19/yuk-ingat-lagi-cara-mencegah-demam-berdarah)

Mudah kan menggunakan cara berdebat anda? Tapi saya sampaikan lagi, itu bukan debat yang pintar. :)

Paulus:

Mohon kerendahan hati anda untuk mengakui kesalahan. Kalau anda masih tetap ngotot bahwa nyamuk itu tinggal di tempat kotor atau nyamuk bisa dibasmi atau diusir atau semacamnya dengan cara MEMBERSIHKAN, give the proof. Jangan berkelit-kelit masalah 3M ,jarak terbang dsb.

Tanggapan:

Tenang saja, kalau saya salah tentu saya akui. Masalahnya sampai saat ini anda belum mampu mengcounter argumen saya. Untuk kalimat anda di atas, saya tekankan:
- saya tidak pernah mengatakan nyamuk tinggal di tempat kotor.
- soal membersihkan, 3M adalah bagian dari membersihkan, itu sudah jelas. Jika tidak puas dengan penjelasan saya, terpaksa saya pakai cara bodoh anda seperti di atas yaitu dengan mengutip sumber yang ada kata MEMBERSIHKAN, bahkan mengutip kata dokter lho. Mungkin itu yang anda maksud dengan proof.

Jadi siapa yang tidak rendah hati untuk mengakui kesalahan disini? :)

Paulus:

3. Nih, saya copas:

Cacingan merupakan penyakit yang sulit dideteksi. Secara umum, cacingan ditandai dengan perut buncit, lemas dan tidak bergairah pada anak. Cacingan dalam jumlah kecil tidak akan menimbulkan gejala atau silent disease. Namun, jika banyak bisa sebabkan sakit perut, mencret, mual, muntah dan anemia. Pada cacing tambang dan cambuk, kepala cacing akan masuk ke dalam mukosa usus dan menyerap darah serta sari makanan. Akibatnya anak lemah, tidak bergairah karena anemia sehingga berdampak pada turunnya konsentrasi dan prestasi ana di sekolah. Bahkan, kurang gizi juga bisa menerpa anak cacingan sehingga mempermudah terjangkitnya penyakit dan infeksi penyebab kematian.

Tidak hanya itu, larva cacing (sebelum menjadi cacing), larva cacing juga bisa menyebabkan infeksi paru. Larva akan masuk dalam aliran darah dan menyangkut di paru atau saluran nafas, sehingga bisa menimbulkan sesak nafas jika jumlahnya banyak atau asma. Prof. Tjandra mengatakan infeksi paru akibat cacingan tidak separah pada penyakit paru yang menyebabkan muntah darah dan kematian. Infeksi paru akibat cacingan hanya sebatas menyebabkan asma dan sejenis gangguan pernafasan lainnya.

Angka cacingan tidak bisa mencapai 0 %. Hal itu terkait dengan kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup. Perilaku anak dan faktor risiko tidak memungkinkan anak bebas cacingan total. Jajanan anak merupakan salah satu media yang paling efektif dalam penularan cacingan. Berdasarkan sebuah survey di Jakarta 7 dari 10 penjual jajanan anak tidak mencuci tangannya dengan sabun saat buang air besar atau kecil. Padahal, sangat berpotensi terjadinya penularan cacingan.

Sumber: http://cacingan.org/

Bisa anda baca bahwa cacingan itu terjadi pada siapa saja, bukan karena mereka tidak bisa jaga kebersihan. Sumber tersebut sudah jelas mengatakan bahwa tidak mungkin 0%. Sekali lagi mohon kerendahan hati anda untuk mengakui kesalahan. Sebenarnya sudah jelas sekali. Anda tidak bisa menjawab bagaimana cara menyembuhkan cacingan tanpa obat cacing atau tanpa membunuh cacing tsb kan? Yang bisa anda lakukan hanyalah sekedar berargumen bahwa obat cacing tidak urgent.

Tanggapan:

Anda melakukan fallacy cherry picking, yaitu memilih paragraf yang (maunya anda) mendukung argumen anda saja, dan mengabaikan paragraf lain yang tidak mendukung argumen anda. Poin kita adalah: APAKAH OBAT CACING URGENT? Dalam hal ini adalah obat yang membunuh cacing, ternyata jawabannya ada di sumber anda semua, antara lain begitu banyak penjelasan tentang PENCEGAHAN penyebaran cacing. Ini sudah satu poin bahwa obat cacing TIDAK URGENT bahkan TIDAK PERLU kalau kita rajin melakukan pencegahan.

Di website yang sama juga, menjelaskan bahwa anthelmintika dalam dosis terapi HANYA bersifat melumpuhkan cacing, jadi TIDAK MEMATIKANNYA. Karena itu harus dibuang dari tubuh secepat mungkin, anda lihat, tidak terjadi pembunuhan di sini. Ada juga pengobatan dalam bentuk ramuan biji pepaya (sudah tentu tidak akan mematikan cacing, kemungkinan besar berfungsi untuk mengeluarkan saja). Jadi sekali lagi, mana bukti obat cacing (yang membunuh cacing) itu URGENT? Malah berkat sumber anda, terbukti ada alternatif lain yang tidak membunuh cacing. :)

Dengan demikian anda menjawab sendiri bahwa ada cara menyembuhkan cacingan tanpa obat cacing atau tanpa membunuh cacing. Jadi seharusnya anda memohon kerendahan hati anda sendiri untuk mengakui kesalahan pada anda sendiri. Hehehehe....

Paulus:

Yah gini aja deh. Kalau anda patah tulang tangan, saya bilang: patah tulang itu gak urgent, toh anda gak akan mati, toh masih ada tangan 1nya, jadi gak usah diobati. Apa anda bisa menerima? Dokter manapun pasti menyarankan minum obat cacing bagi yang cacingan, cuma anda sendiri saja yang aneh, malah melarang obat cacing yang sebenarnya sangat baik dan sangat penting untuk kesehatan itu, demi mempertahankan ajaran agama anda (yang terbukti salah) itu. 

Tanggapan:

Analogi yang tidak pas, harusnya begini analoginya: kalau tulang tangan saya patah dan agar sembuh satu-satunya cara saya harus ambil tangan orang yang masih hidup, maka moralitas saya akan menolak. Entah kalau orang tersebut tidak punya moral.

Lagipula  dengan bukti dari sumber anda sendiri, ternyata ada tuh alternatif pengobatan yang tidak perlu obat cacing yang membunuh cacing.

Paulus:

Lebih baik renungkan aja, anda ini mau percaya agama atau percaya kebenaran? Orang yang percaya kebenaran akan siap mengakui kalau mendapati ternyata agama yang dianutnya bukan kebenaran. Orang yang percaya agama akan lebih memilih mempercayai agama sekalipun mendapati bahwa agamanya itu bukan kebenaran. 

Tanggapan:

Apakah ini berkaitan dengan statemen anda sebelumnya yang sangat bernafaskan kristiani itu:

"Kalau gini mah berarti  gapapa kalau kita membunuh orang, menipu orang dst dalam kondisi terpaksa?"

Ini adalah statemen yang lucu bukan? Tapi kalau diaplikasikan ke ajaran Buddha jelas tidak cocok karena adanya hukum karma. Kalau diaplikasikan ke ajaran Kristen sangat cocok karena pembunuh pun bisa masuk surga kalau percaya Yesus.

Yang jelas saya jadi tau anda termasuk yang memilih percaya agama sekali pun mendapati bahwa agamanya lucu :)

Update 30 Oktober 2013


Paulus:
Perlu saya tekankan lagi bahwa yang saya katakan dalam artikel di atas adalah nyamuk secara umum, bukan terbatas pada nyamuk malaria dan demam berdarah. Kenapa saya tekankan mengenai malaria dan demam berdarah? Karena 2 itulah akibat yang paling fatal dari nyamuk. Tentu saja di samping malaria dan demam berdarah ada banyak kerugian minor lainnya yang kita alami, seperti misalnya tidak bisa tidur karena digigiti nyamuk terus atau mengalami stres atau anemia.
Tanggapan:

Saya rasa sudah cukup jelas saya tulis di blog http://tentangajaranbuddha.blogspot.com/2013/10/ajaran-buddha-dilarang-membunuh-binatang.html, tapi baiklah saya uraikan dan lengkapi lagi.

Jadi semua kekuatiran anda tentang nyamuk tidak beralasan, saya sejak belajar Buddhisme beberapa tahun lalu tidak pernah lagi membunuh nyamuk, begitu juga dengan umat awam buddhis lainnya jika mereka menjalankan sila, bhikkhu-bhikkhu yang ketat menjalankan sila juga tidak membunuh nyamuk, dan kami tidak apa-apa tuh. 

Nyamuk demam berdarah bisa diatasi dengan uraian saya sebelumnya, nyamuk biasa bisa diatasi dengan lotion anti nyamuk atau selimut, bahkan saya beberapa kali membiarkan nyamuk menghisap darah saya sampai puas tanpa saya jadi stress atau anemia. 

Jadi demam berdarah, stress, anemia, semua ada pencegahan tanpa membunuh nyamuk. Ada lagi masalah anda jika tidak membunuh nyamuk?

Paulus:
Saya bingung kalau dikatakan saya belum mengcounter argumen anda. Bukannya saya yang duluan bertanya? Dan saya lihat anda belum menjawab sama sekali pertanyaan itu. Awalnya saya mengira anda mencoba menjawabnya dengan argumen membersihkan lingkungan atau lainnya, namun okelah kalau ternyata itu salah persepsi. Jadi apa argumen anda sebenarnya? Saya coba ringkaskan:
-Apakah kita tidak boleh bunuh nyamuk?
Tanggapan:

Siapapun yang menjalankan pancasila Buddhis akan melatih diri menghindari pembunuhan. Termasuk juga menghindari membunuh nyamuk.

Paulus:
-Jika tidak boleh, berarti kita harus biarkan saja orang-orang mengalami berbagai kerugian akibat nyamuk itu (misalnya demam berdarah dan malaria)?
Tanggapan:

Sesuai uraian saya, demam berdarah, stress, anemia, semua ada pencegahan tanpa membunuh nyamuk. Ada lagi masalah anda jika tidak membunuh nyamuk?

Paulus:
-Kalau anda mau berbicara soal lingkungan bersih lagi, sudah saya buktikan bahwa nyamuk tinggal di tempat lembab dan gelap, tak ada hubungannya dengan bersih atau kotor.
Tanggapan:

Saya tidak pernah mempermasalahkan nyamuk tinggal di tempat bersih/kotor/lembab/gelap dst. Bukti yang anda sampaikan juga merupakan fallacy kalau disimpulkan sebagai "nyamuk tidak ada hubungan dengan bersih atau kotor", jangan karena tidak ada kata "bersih" lalu anda simpulkan demikian, tunjukkan referensi yang menyatakan "nyamuk tidak ada hubungan dengan bersih dan kotor". Ini baru valid, silakan dicari :)

Sedangkan bukti saya, jelas-jelas saya sudah sampaikan link yang menyebutkan pencegahan (demam  berdarah) adalah dengan membersihkan lingkungan sesuai seperti yang saya katakan. Ini baru bukti valid :)

Paulus:
-Mengenai jentik-jentik, semua orang juga tahu bahwa kalau air dikuras atau kali dibersihkan jentik-jentiknya otomatis pasti mati, karena terpisah dari induk-induk yang merawatnya. 
Tanggapan:

Bawa-bawa semua orang lagi... argumennya jangan konyol gitu lah ... anda kira seperti anak kucing ditinggalin bisa mati tidak ada yang merawat, anda kira ibu nyamuk datang bawa darah dan membagikannya ke jentik-jentik? Berarti kalo nyamuk setelah bertelur lalu ibu nyamuknya ditepuk mati, anak-anaknya bakal mati gitu? Mau bikin saya speechless jangan gini dong caranya.... :)

Paulus:
Pola pikir anda "kalau tidak urgent berarti tidak usah dilakukan", benar demikian?
Tanggapan:

Jangan suka menghilangkan esensi dengan mengambil perkata saja, sungguh bukan diskusi yang cerdas :)
Yang benar adalah:
"Sesuatu yang tidak urgent dan membunuh binatang, buat apa dilakukan?"

Paulus:
Kalau benar, berarti pikiran anda itu ngaco. Saya tanya deh. Sekolah itu urgent tidak? Banyak orang tetap bisa sukses meskipun gak sekolah. Menolong pengangguran itu urgent gak? Mereka rata-rata-rata masih bisa hidup seadanya meskipun gak dikasi pekerjaan. Menertibkan preman dan menangkap pencopet itu urgent tidak? Toh mereka belum sampai menyebabkan kiamat atau perampokan besar-besaran, jadi gak urgent.
Tanggapan:

Semua contoh anda menjadi tidak nyambung begitu esensinya dibawa, apa hubungan semua contoh tersebut dengan membunuh binatang? Makanya tetap fokus dan jangan suka main potong ya? :D

Paulus:
Kalau orang bijak biasanya selalu berkata, segera bereskan masalah secepatnya, jangan ditunggu sampai urgent baru ditangani, sudah terlambat.
Tanggapan:

Masih tidak ada hubungan dengan membunuh binatang, apalagi menyangkut topik yang dibahas, membunuh nyamuk bukanlah membereskan masalah, tetap saja orang bisa kena malaria tidak perduli dia suka membunuh nyamuk atau tidak, kalau dia tidak melakukan pencegahan yang benar.

Paulus:
Mengenai analogi patah tangan, anda ini aneh. Saya berkata bahwa dokter manapun pasti menyarankan minum obat cacing bagi yang cacingan. Itu FAKTA, bukan analogi, bukan seandainya. Tapi anda malah balas dengan analogi/seandainya. Itu gak nyambung.
Tanggapan:

Lho yang memulai analogi patah tangan kan anda? kalo ngeles jangan kelewatan gini ah :)

Paulus:
Mengenai obat cacing tidak membunuh, hanya melumpuhkan, dan juga mengenai ada alternatif lain melalui ramuan yang tidak membunuh cacing, anda tau dari mana kalau ramuan itu tidak membunuh cacing? Anda tau dari mana kalau obat cacing itu tidak membunuh, hanya melumpuhkan?
Biar saya copas selengkapnya:
Obat yag dipakai untuk membasmi penyakit cacing pita adalah biji-biji labu merah,tetrachloorkoolstof (CCL), minyak chenopodium kombinasi dari obat-obat tersebut.Pemberian obat-obat ini sebaiknya ditentukan oleh seorang ahli untuk mengurangibahaya keracunan obat-obat itu sendiri.
Sebaiknya anak-anak diberi obat cacing untuk 6 bulan atau paling lama satu tahunsekali.Banyak obat cacing yang cukup manjur. Cacing gelang atau cacing kremidapat diberikan piperazin. Untuk penderita anak-anak sebaiknya diberikansekaligus 4 ml, sedangkan bagi penderita orang dewasa dapat diberikan piperazin30 ml. Namun obat piperazin ada juga yang berbentuk tablet atau kapsul.Untuk pembasmian cacing kremi yang harus diberi obat tiga kali sehari selama 7hari dengan dosis 6 ml pagi, dan 5 ml malam (1 sendok obat yang ada di botolumumnya 5 ml). Pada sat ini untuk MENUMPAS cacing jenis lain termasuk cacingtambang diberi obat pyrantel (11 ml per kg) berat badan anak sehari.
BANYAK anthelmintika dalam dosisi terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing, jaditidak mematikannya. Guna mencegah agar jangan sampai parasit itu menjadi aktiflagi, maka mereka harus dikeluarkan dari tubuh secepat mungkin. Dalam hal initidak boleh menggunakan minyak, kastroli, sebab anthelmintika itu akan larut didalamnya sehingga resorpsi obat dan toksisitasnya dipertinggi.
Sebaliknya obat pencahar (urus-urus) tidak diperlukan pada obat yang dengansendirinya sudah bersifat laksans, misalnya pada piperazina dan diklorofen ataupada obat-obat yang berkhasiat vermicid (MEMATIKAN cacing), seperti mebendazol,piruinium dan niklosamida.Pengobatan penyakit cacingan pada manusia dapat dilakukan dengan resep dibawahini :
Ramuan IBahan : biji pepaya masak 1 mangkokCara pembuatan : biji pepaya dikeringkan, lalu digilng sampai halus.Cara pemakaian : dosisi seperti pada bubuk biji lantoro, dicampur susu atau air,dan diminum sesdah makan malam.
Ramuan IIBahan : biji lantoro mentah 1 mangkuk dan susu cair secukupnya.Cara pembuatan : biji lantoro disangrau dan ditumbuk halusCara pemakaian : uuntuk orang dewasa 1 sendok teh biji lantoro dicampur air ataususu sebanyak 2 sendok makan, diminum 2 jam sesudah makan malam. Anak usia 7-9tahun, 1/4 sendok teh, 2 jam sesudah makan malam. Sementara itu, anak 10-12tahun 1/2 sendok teh 2 jam sesudah makan malam. Bisa pula lantoro segar 1genggam dimakan langsung dan jika perlu diulangi seminggu sekali.
Tanggapan:

Kok segitu sulitnya menemukan kalimat ini:

BANYAK anthelmintika dalam dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing, jadi
tidak mematikannya. Guna mencegah agar jangan sampai parasit itu menjadi aktif
lagi, maka mereka harus dikeluarkan dari tubuh secepat mungkin.

Ini bukti tidak terbantahkan dari sumber anda sendiri bahwa ADA obat yang hanya bersifat melumpuhkan, tidak mematikannya :)

Paulus:
You see? Di situs itu sama sekali tidak disebutkan ramuan itu membunuh cacing atau tidak, anda sendiri langsung berasumsi bahwa ramuan itu TIDAK MEMBUNUH cacing. 
Tanggapan:

Asumsi tersebut berdasarkan fakta bahwa pepaya memang dikenal untuk melancarkan buang air besar + tidak mengandung obat kimia yang bersifat vermicid seperti disebutkan di artikel, namun saya barusan cari ternyata beberapa sumber mengatakan biji pepaya membunuh cacing, jadi saya akui asumsi saya sebelumnya salah, tidak masalah buat saya mengakui kesalahan, justru saya merasa wajib mengkoreksinya :)

Tapi tetap saja faktanya ada obat yang tidak membunuh cacing bukan? :)

Paulus:
Lalu di situs itu disebutkan bahwa memang BANYAK yang sekedar melumpuhkan bukan membunuh cacing, namun ada juga yang MEMATIKAN cacing. Namun anda langsung berasumsi bahwa SEMUA obat itu tidak mematikan, hanya melumpuhkan. Entah apakah anda luput membaca ini atau memang anda sengaja berasumsi demikian supaya para pembaca debat ini tertipu oleh omongan anda.
Tanggapan:

Saya tidak pernah menipu di blog anda maupun blog saya, yang saya katakan ada alternatif obat tanpa membunuh cacing, jadi buktikan tuduhan anda bahwa saya mengatakan: 

"SEMUA obat itu tidak mematikan"

Toh saya tidak dapat mengedit kata-kata yang sudah saya posting di blog anda, jadi mudah melihat siapa yang menipu. Silakan :)

Paulus:
Mengenai sumber creation moments: jadi kalau sumbernya berbau agama jadi dianggap gak valid ya? Susah deh kalau begini, karena nanti argumen dari ilmuwan pun anda akan jawab "itu mah omongan ilmuwan kristen/islam, makanya gitu".
Tanggapan:

Tidak usah berandai-andai apa yang akan saya jawab kalo ada argumen dari ilmuwan. Buktikan saja adakah yang mendukung pendapat anda secara sains.

Sumber yang berbau agama jelas tidak valid di pembahasan ini. Sama seperti kalau kita membahas bentuk bumi, sumber kitab suci manapun tidak valid, harus diverifikasi dengan metode sains baru kita sepakat bentuk bumi itu bagaimana. Begitu juga untuk mengetahui apakah kuman memiliki otak, perasaan, pikiran. 

Kemarin sudah terbukti anda orang yang lebih memilih agama walaupun mendapatkan agamanya lucu, atau sekarang anda mengupgrade-nya menjadi orang yang lebih memilih agama walaupun mendapatkan agamanya tidak benar? Kenapa ngotot sekali dengan sumber berbau agama, kalau tidak bisa menemukan sumber sains ngaku aja nggak papa kok :)

Paulus:
Ya sekarang anda sendiri punya bukti sumber gak kalau bakteri/kuman itu berbda dengan binatang umumnya? Saya di sini punya sumber (sekalipun anda anggap tidak valid) sedangkan anda tidak punya. Itulah perbedaan kita saat ini.
Tanggapan:

Saya sudah bilang di awal sekali kalau saya ladeni, saya akan seperti ngajarin anak bodoh, bukan debat, maaf saya tidak ingin membuang waktu mengajari anda. Gampangnya anda coba tanya dengan orang-orang akademis (jangan dengan orang-orang creationist) apakah ada yang setuju kuman punya otak dll.

Paulus:
Mengenai kelaparan zaman dulu pun, saya punya sumber yaitu di Alkitab, kisah kelaparan di mesir dan juga kisah serangan hama belalang di mesir. Namun saya sudah menduga anda akan bilang ini tidak valid, saya pernah baca adanya catatan kuno yang juga mencatat mengenai belalang tersebut, saya sedang mencarinya. Tapi yang aneh di sini: begitu saya punya sumber, saya langsung memberikannya gamblang tanpa ada yang ditutup-tutupi, kenapa anda tidak demikian? Anda mengklaim punya bukti sumber bawha pestisida sudah ada sejak 4500 tahun lalu, lantas kenapa anda tidak berikan buktinya sama sekali? Bukannya justru harusnya bagus kalau anda langsung saja memberikan sumbernya supaya anda bisa memenangi debat secapatnya :D 
Tanggapan:

Sumber agama lagi... saya menganggap alkitab anda dongeng kok, bagaimana bisa dijadikan sumber yang bisa diterima umum? 

Mengenai pestisida sudah ada 4.500 tahun yang lalu (sumbernya bukan dari Tipitaka lho hehehe):

"The first known pesticide was elemental sulfur dusting used in ancient Sumer about 4,500 years ago in ancient Mesopotamia."

43 comments:

  1. Bagus sekali cara anda dalam mengcounter setiap argumen yang dilontarkan oleh Paulus. Memang perlu kita garis bawahi, menhgadapi orang seperti itu, tidak dapat dengan pemaksaan , tetapi melainkan dengan bukti-bukti yang konkrit.
    Up vote :)

    ReplyDelete
  2. Singa bisa mogok makan. Anjing bisa mogok makan. Tapi bakteri tak bisa. Buktikan saja dgn mikroskop. Ini membuktikan bakteri tak punya kehendak.

    Blog super bagus bro:)

    ReplyDelete
  3. Dhamma menjadi racun bagi orang bodoh.
    Disini nampak, masalah dilarang membunuh, begitu sulitnya menghadapi. Seorang yang memiliki sila, akan menghadapi dilema ini dengan mudah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya itu sama anda mengatakan " masa kita disuruh untuk tida membunuh? kan susah banget, jadi mendingan kita bunuh - bunuh aja yuk yang menganggu kita... ok? mau nyamuk kek manusia kek, klo macem - macem awas ya ? maksud anda begitu toh, sangat berbeda sekali dengan ajaran buddha, klo anda mau tau intisarinya ya ajaran buddha tuh mengajarkan kita untuk tidak merugikan sesama makhluk hidup makanya di sila dituliskan tidak boleh membunuh, mencuri, berbuat asusila , berbohong, minum minuman keras... kenapa ? karena bersifat merugikan

      Delete
  4. Memang ajaran dongeng, dinosaurus aja gak dianggep. Percaya ajaran masuk surga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. apakah anda yakin ajaran dongeng ? apakah anda sudah pernah belajar serius di sekolah anda ? kira dinosaurus itu makhluk reptil atau bukan, jika ya bukan berarti itu sama aja dengan binatang reptil masa sekarang? hayo jangan tidak mau mikir, mikir dulu mas sebelum berargumen, masa kurang belajar sih toh mas

      Delete
  5. Si Paulus ini benar2 karakteristik org kristen yang sering menjelek2an agama lain....Nampak sekali statement2nya yang ngawur dan membabi buta untuk membenarkan dirinya tanpa logika dan tanpa malu

    ReplyDelete
  6. Maklumi si Paulus. Kasihan dia. Mengapa saya katakan kasihan? Kristen itu agama dogmatis dan otorian, agama adalah kebenaran. Dalam agama kristen menganut ajaran bahwa banyak hal-hal yang di luar penalaran manusia, hal yang begini ini sangat dilarang untuk bertanya apalagi luh mikirin sampai jungkil balik. Sebenarnya Yesus itu baik, yang sering terjadi adalah pemuka agama sering menerjemahkan ajaranNya secara tidak pas, bahkan banyak yang mengajarkan berdasarkan kepentingan pribadi pemuka agama. Jadi sebenarnya tidak ada yang salah dengan ajaran Kristen, justru penyampainya selalu menyelipkan misi-misi khusus semacam pesan sponsor.

    ReplyDelete
  7. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  8. paulus ini bukan orang pintar sangat pasti

    ReplyDelete
  9. Semangat utkmu saudara sedharma. Biarkan dia menjalankan hidupnya sesuai kehendaknya. Mari kita latih kebijaksanaan dan welas asih kita.

    ReplyDelete
  10. Mantap sekali debatnya...
    Bersemangat saudaraku sedharma...

    ReplyDelete
  11. Cape juga ya sama Paulus yg mencari2 pembenaran utk menutupi2. Bukannya mencari kebenaran. Hatinya penuh dgn kebencian dan semangat utk melakukan pembenaran thdp pembunuhan. Walaupun pembunuhan itu memang sulit utk dihindari, setidaknya kt tetap bertekad utk melatih diri utk menghindarinya. Org seperti Paulus terlihat dogmatis otaknya seperti dicuci. Setuju dgn pendapat bahwa Yesus itu baik dan setiap agama mengajarkan hal yg baik. Yg penting adalah pengamalannya. Seorang Buddhis tetap harus menghormati Yesus, krn Yesus menurut BBC dan byk buku2 karangan org barat sendiri, adalah pernah mengikuti jalur sutra ke china dan belajar Buddhism di India/Tibet. Kalau memang benar, berarti Yesus adalah salah satu guru kita juga, krn beliau adalah salah satu murid Buddha... :-)

    ReplyDelete
  12. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  13. Pake logika aja gak perlu pake agama / dogma, knp kt tdk blh membunuh? Krn kt jg tdk mau dibunuh, setiap makhluk hidup ingin hidup dgn aman, damai, tenteram dan bahagia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. wkwkw setuju dengan anda inilah jawaban paling pas untuk paulus :D

      Delete
  14. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  15. Good counter. Semoga yang belum mengerti jadi mengerti. Semangat bro

    ReplyDelete
  16. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  17. jadi bagaimana dengan muslim di rohingya? bukannya itu membunuh manusia secara terang - terangan? kenapa diperbolehkan membunuh manusia tetapi membunuh binatang dilarang? apakah derajat binatang lebih tinggi kedudukannya daripada manusia?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sang Buddha gak pernah mengajatkan kebencian, apalagi membunuh sesama makhluk, kjadian pembantaian suku rohingnya di myanmar oleh umat Buddha murni politik dan kebencian oleh suku mayoritas trhrp suku minoritas yang disebabkan oleh faktor complicated yang kita sendiri belum tentu tahu kebenarannya sprt apa, tetapi apapun alasannya, MEMBUNUH makhluk lain adalah salah, dan bukan ajaran dari Sang Buddha.

      Delete
    2. jelas banget sang buddha mengajarkan kita untuk tidak membunuh apalagi membenci sesama makhluk hidup, ya anda coba pikir deh sejak kapan ada ajaran buddha mengajarkan kita untuk membunuh manusia tapi binatang gk boleh, ya itu berarti orang itu cuma beragama buddha tetapi tidak memiliki hati dan pemikiran ajaran buddha gitu toh mas, beragama sesuatu bukan berarti anda telah menjadi agama tersebut jika anda belum melakukan / membuktikan ajaran tersebut

      Delete
  18. @Abdul, perlu digarisbawahi untuk masalah Rohingya:

    1. Korban jatuh di kedua belah pihak, yaitu etnis Rohingya dan militer Myanmar, dan etnis Rakhine. Ini sudah dikonfirmasi oleh pemerintah RI. Jangan terprovokasi hoax yang melebih-lebihkan mengenai pembantaian muslim.

    2. Telusuri kebenaran asal usul pertikaian itu terjadi, ini bukanlah masalah agama. Apapun agama seseorang, ia bisa saja menjadi pembunuh, termasuk orang yang beragama buddha. Namun, seorang buddhist tidak pernah membunuh atas nama agama, bagaimana mungkin itu dilakukan jika sila pertama ajaran Buddha adalah menghindari pembunuhan? Anda boleh cari di Tipitaka, tidak akan ada ajaran untuk membunuh makhluk mana pun.

    semoga anda berbahagia dan tidak memupuk kebencian, saya banyak teman muslim dan paham sekali betapa sensitifnya isu agama. Sedih rasanya hal ini dimanfaatkan sebagian orang untuk kepentingan lain.

    ReplyDelete
    Replies
    1. @Jack jadi begitu, terima kasih infonya ya. saya sedikit lebih mengerti atas konflik yang terjadi di daerah tersebut
      .

      Delete
  19. Emmm...kalo dengan situasi politik sekarang pasti jawabnya : agamaku untuk diriku, agamamu hanya untuk dirimu. Takut kena penistaan agama :D

    ReplyDelete
  20. Seengaknya kristen lebih better dalam berdebat daripada islam, islam kalo udah kepepet atau mau kalah, ancemannya bunuh, usir, kafir, halal darahnya, dll jadi saya msh jauh lebih respek sama kristen drpd islam.

    ReplyDelete
    Replies
    1. sebenarnya semua agama itu sama kok, sama - sama mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada sesama makhluk, karena pada dasarnya waktu kita dilahirkan kita belum memiliki agama, setelah beranjak dewasa barulah kita mempercayai satu agama, mau itu buddha, islam , kristen , katholik , hindu, konghuchu, jadi pada dasarnya kita tuh dilahirkan sebagai manusia tanpa agama atau bisa juga manusia neutral, saat dewasa barulah kita percaya agama tertentu

      Delete
    2. aku setuju ketika semua agama mengajarkan kebaikan, tetapi aku kurang setuju ketika semua agama mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada semua makhluk.
      That's why I left my pass religion, and learning Buddhism.

      Delete
    3. Ajaran buddha melarang membunuh itu benar kok .bukan berarti di pahami mentah2 semua itu hrs pakai logika yg di dasari dg kebijaksanaan .

      Delete
    4. Kalau cuma buat cari kelemahan dr ajaran buddha bisa saja tapi hrs ingat umat buddha itu banyak dan mereka semua ada yg belum mencapai tingkat kesucian .

      Delete
  21. Saya mau tanya ya. Dalam Buddhisme, ada yang disebut makhluk hidup (sentient beings) atau satta, cirinya adalah memiliki perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, kesadaran, makhluk hidup inilah yang dapat terlahir kembali setelah kematian. Sesuatu yang bukan termasuk satta, ketika mati tidak terlahir kembali. Ini termasuk benda hidup atau pana, contohnya adalah tumbuhan, kuman, bakteri, sperma, ovum, yang tentu tidak memiliki perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran. Namun bagaimana dengan makgluk asannasatta, yang tidak memiliki batin (nama) dan hanya memiliki jasmani (rupa)? Bila jasmaninya musnah (mengalami anihilasi dalam ilmu fisika) apakah makhluk tersebut akan ikutan musnah (tidak ada kehidupan di masa mendatang bagi makhluk tersebut)? Atau masih bisa mengalami kelahiran kembali?? Juga tanya apakah makhluk asannasatta juga memiliki nafsu keinginan?? Demikian pertanyaan saya. Mohon dijawab ya...
    Namo Buddhaya

    ReplyDelete
  22. POKOKNYA KAMU SALAH BUDDAHA GAUTAMA PASTI MENGETAHUINYA YANG KAU SEBUTKAN DIATAS ITU JIKA MEREKA TAK MENJAGA KEBERSIHAN. BUKTINYA PARA BIKKHU SANGHA TAK ADA YANG SAKIT KECUALI KARMA KARMANYA. POKOKNYA KAMU SALAH!!!!

    ReplyDelete
  23. wahh saya baru baca di tahun 2019. debat yang bikin saya cape bacanya, agak kzl gitu, puter balik mulu... semangat bro

    ReplyDelete
  24. maaf saya mau komen. tujuan saya mengetahui agama Buddha adalah untuk menghindari Onani. mungkin ada pencerahan dari artikel ini. tapi saya belum seleai baca semua sudah Ngakakkkkk..... Paulus Vs Buddhisme.
    seperti Api mengejar Angin..
    tidak ada habisnya.. trimakasih atas artikel ini susah membuat saya tertawa , sebelumnya jangan hanya gara gara Nyamuk,Cacing,Bakteri,dan Virus terjadi perang Dunia Ke 3. debat boleh tapi jangan sampai membuang waktu. wakakakakakakka

    ReplyDelete
    Replies
    1. maaf saya tidak ingin membuay tersinggung Agama Buddha. saya mengibaratkan Angin. karna saya nonton film avatar Aang the last airbender. yang dimana Pengendali Angin/Airbender mengambil contoh gaya dari Buddhisme..jadi sugesti saya seperti itu. mohon perbaikanya.

      Delete
  25. Namo buddhaya , Saya ingin bertanya suatu hal yaitu tentang sila pertama "tidak membunuh". Teman saya pernah mendebatkan Hal tentang ini dan mengatakan bahwa seiring perkembangan zaman, umat buddhis di sarankan untuk vegetarian , demi berhenti nya membunuh hewan , nah disitu teman saya menanggapi bahwa bila vegetarian malah justru mengurangi populasi tumbuhan yang ada dan malah timbul ketidakseimbangan ekosistem. Dia tambah lagi bahwa "dari mana lagi sumber pangan bila bukan dari hewan ? Bila kalian menanggapi bahwa hewan juga punya perasaan melindungi mereka sendiri , itu hanya insting naluri mereka."
    Mohon jawaban tanggapan nya 🙏 karena jujur saya merasa kebingungan atas pernyataan teman saya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Silakan berikan artikel ini kepada teman anda https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/pandangan-sang-buddha-tentang-makan-daging/ 🙏

      Delete
  26. Sudah jelas Paulus bukanlah seorang pemeluk agama yang tekun dan taat. Dari caranya berdebat saja harus menyenggol pribadi orang. Inilah bedanya pemeluk agama yang benar-benar mengikuti teladan agamanya dengan pemeluk agama yang menggaris bawahi kata FANATIK. Jujur, sepanjang membaca artikel yang diketik oleh Paulus, saya hanya bisa senyum-senyum tipis aja sambil geleng-geleng. Kok ada ya manusia seperti ini? mempertanyakan sesuatu hal tapi tidak bisa menerima jawaban yang sudah dijabar, menyimpulkan pun tidak bisa (atau tidak mau / egois). Tapi yasudahlah.. imanmu ya imanmu.. imanku ya imanku..

    ReplyDelete
  27. Saya sangat tercerahkan dengan penjelasan ini. Sebagai seorang muslim yg tengah mempelajari ajaran sang Buddha ini merupakan suatu berkah yg tiada taranya...sabbhe satta bhavantu sukkhitatta.

    ReplyDelete
  28. Untuk paulus... agamamu adalah agamamu!!. Jgn mengorek kelemahan agama orang. Agamamu sendiri belum terbukti kebenarannya. Kelebihan agama buddha adalah umatnya tdk suka menjelek-jelekan agama lain dgn maksud agar agama buddha banyak pengikutnya.

    ReplyDelete
  29. Mw nanya nih jadi klo membunuh tikus karena jadi hama di rumah, atau membunuh tikus guna jadii bahan percobaan apakah dibolehkan ?

    ReplyDelete