Friday, November 1, 2013

Anatta



Ajaran Buddha sering dikait-kaitkan dengan sains, namun kebanyakan bukan dikarenakan klaim-klaim penganutnya, tentu ada buddhis yang membahas ajaran Buddha dalam hubungannya dengan sains, ada yang membahasnya dengan ilmu cocoklogi (ilmu amatiran yang memperdalam teknik mencari-cari kesamaan dua hal yang tidak sama, khususnya antara sains dan agama) seperti yang dilakukan juga oleh penganut ajaran lain, ada yang membahasnya secara objektif  dan apa adanya seperti blog ini.

Tetapi apalah artinya klaim yang dilakukan buddhis yang hanya segelintir yang mau melakukannya, kenyataannya sains sendiri lah yang berkembang dan ternyata pada banyak hal klop dengan sebuah ajaran berusia sekitar 2.500 ini.

Bagi yang belum mengenal Buddhisme mungkin lantas mengira isi Tipitaka banyak menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan sains, kenyataannya sama sekali tidak! Pada Simsapa Sutta (SN 56:31), Buddha memungut beberapa daun simsapa dengan tangannya dan bertanya pada para bhikkhu mana yang lebih banyak, daun di dalam tangan Sang Buddha atau daun pada hutan Simsapa, para bhikkhu menjawab daun di tangan Sang Buddha lebih sedikit dan daun di hutan lebih banyak. Buddha lalu menjelaskan bahwa sama  halnya dengan apa yang Ia ketahui tetapi tidak diajarkan adalah lebih banyak, Buddha hanya mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan 4 Kebenaran Mulia: penderitaan, sebab penderitaan, akhir penderitaan, jalan untuk mengakhiri penderitaan. Hanya itulah yang dibutuhkan, jika anda membaca Tipitaka, memang itulah inti Buddhisme, BUKAN masalah sains atau jawaban-jawaban tentang semua pertanyaan.

Lalu mengapa Buddhisme sering dikait-kaitkan dengan sains? Jawabannya karena dalam hubungannya dengan 4 Kebenaran Mulia, Buddhisme membahas berbagai fenomena batin maupun jasmani, beberapa poin lalu bertemu dengan perkembangan sains yang mencoba menguak misteri berbagai fenomena, dan ternyata keduanya tidak bertentangan. Salah satunya adalah mengenai 3 Corak Umum yang diajarkan Buddha.

3 Corak Umum

Secara singkat, 3 corak/karakteristik umum atau disebut tilakkhana (Pali) adalah:

  • Sabbe sankhara anicca. Segala sesuatu yang berkondisi adalah tidak kekal (anicca).
  • Sabbe sankhara dukkha. Segala sesuatu yang berkondisi adalah penderitaan (dukkha).
  • Sabbe dhamma anatta. Segala sesuatu adalah tanpa inti (anatta).

Adalah sangat panjang sekaligus menakjubkan untuk menjelaskan 3 corak umum ini. Namun pembahasan posting ini dikhususkan untuk anatta dalam hubungannya dengan sains.

Anatta

Anatta atau tanpa inti/diri sangat bertentangan dengan kebanyakan ajaran/kepercayaan lain, bahkan mungkin banyak yang beranggapan tidak masuk akal/logika, tetapi inilah salah satu ajaran Buddha yang pada awalnya terkesan memutarbalikkan logika anda (atau lebih tepatnya memutarbalikkan kepercayaaan yang anda pegang selama ini), tetapi ternyata memang tidak dapat disanggah karena tidak ada seorang pun yang dapat menunjukkan sesuatu yang memiliki inti atau diri.

Anatta vs Tuhan dan Roh

Jika anda besar di lingkungan agama samawi (seperti saya), anda akan sangat mempercayai roh dan tuhan sebagai kekal dan tentunya memiliki inti, identitas, diri. Ini adalah kebenaran buat anda, yang sebenarnya mulai dijejalkan pada anda sejak kecil, katakanlah umur 5 tahun, pikiran anak usia 5 tahun ini tetap anda pertahankan dan percayai sampai tua dan mati.

Namun jika anda cukup beruntung mendapat kesempatan mengetahui tentang anatta (seperti saya), maka anda juga memiliki kesempatan untuk membuka pikiran anda dan menyadari sebenarnya anda TIDAK TAHU APAPUN mengenai apa yang anda percayai tersebut, anda buta sama sekali mengenai roh atau tuhan, anda tidak dapat menunjukkan "ini lho yang namanya roh, ini tuhan, ini rohku, ini roh kamu, semuanya ini kekal." Tidak akan bisa, yang bisa anda lakukan adalah mengambil fenomena-fenomena alam yang juga anda TIDAK PAHAM lalu menganggap itulah bukti keberadaan tuhan, keberadaan roh. Karena itu muncul pembelaan tanpa daya seperti:

"Kalau tidak ada tuhan, siapa yang menciptakan dunia?"
"Kalau tidak ada roh, kemana kamu setelah mati?"

Anda sendiri tidak tahu semua jawaban itu, parahnya lagi, PERTANYAAN ITUPUN ANDA TIDAK MENGERTI. Mengapa harus berpikir segala sesuatu harus diciptakan? Mengapa harus berpikir saat orang mati akan menuju ke suatu tempat? Mengapa berpikir harus ada roh dan tuhan? Kemudian setelah TIDAK SANGGUP memahami pertanyaan sendiri tetapi masih ngotot mempercayai sesuatu yang anda tidak tahu, maka muncullah kata-kata bodoh seperti:

"Jangan mempertanyakan tuhan, akalmu tidak sanggup."
"Apalah artinya kita dibanding sang pencipta."

Sungguh kontradiksi, di sisi lain setelah tidak mampu memahami lalu mengecilkan diri sendiri, tetapi di sisi lain saat meminta bantuan dari tuhan untuk sembuh dari sakit, ingin dapat pacar, ingin kaya, atau berbagai tujuan lain, seolah-olah diri anda begitu besar dan penting.

Anatta dan Filosofi

Anatta telah diajarkan Buddha 2500 tahun lalu, namun subjek eksistensi diri ini terus dipikirkan oleh para pemikir dalam ilmu filosofi termasuk filosofer barat yang rata-rata juga seorang saintis dalam berbagai bidang (matematika, sejarah, ekonomi). René Descartes (filosofer, matematikawan, penulis) dengan "cogito ergo sum" (aku berpikir, maka aku ada) yang sangat terkenal itu mencoba mencari kebenaran dengan meragukan semua eksistensi, bahkan meragukan keberadaan diri sendiri, dan ia mentok sampai menemukan bahwa ia tetaplah berpikir, dan kesimpulan akhir yang mampu ia capai adalah ia berpikir maka eksistensinya ada. Pemikiran Descartes adalah pemikiran yang sangat dalam untuk ukuran awam. Namun bagi yang mempelajari Buddhisme, dengan mudah dapat melihat kelanjutan kemungkinan yang tidak dilihat Descartes, yaitu bahwa pikiran pun tidak ada inti dan bukan diri, anda tidak dapat mengatur kapan pikiran baik/buruk muncul atau lenyap, jika sesuatu itu tidak dapat anda atur, bagaimana mungkin sesuatu itu merupakan diri anda? Pemikir modern saat ini beranggapan bahwa "cogito ergo sum" Descartes itu sendiri adalah kekeliruan.

David Hume, seorang filosofer (juga ahli sejarah dan ekonomi) terkenal lainnya menyimpulkan ia tidak dapat melihat diri dan dengan brilian mengatakan bahwa identitas anggapan manusia tidak lebih dari sebuah fiksi. Dunia filosofi saat ini umumnya beranggapan apa yang kita anggap sebagai diri adalah tidak lebih dari citra diri yang dibangun.  Walaupun tidak ada yang setegas Buddha mengatakan segala sesuatu adalah tanpa inti/diri, tampaknya dari ilmu filosofi sudah sejalan dengan konsep anatta, bedanya ilmu filosofi belum mencapai kesimpulan akhir seperti ajaran Buddha.

Anatta dan Sains

Bagi yang ingin meruntuhkan konsep anatta secara sains, sebenarnya cukup menunjukkan sebuah benda terkecil yang sudah sampai pada intinya, karena hal itu merupakan bukti bahwa ada sesuatu yang memiliki inti. Tetapi ternyata mencoba menemukan materi terkecil adalah tidak mungkin.

Apakah materi terkecil adalah atom? Tidak, karena atom dapat terbagi lagi menjadi proton, elektron, neutron, hal maksimal yang dapat dicapai dunia sains saat ini adalah partikel terkecil yang dapat ditemukan ternyata hanya eksis sesaat, tidak ada inti yang dapat ditemukan, dunia sains sudah sampai pada kesimpulan bahwa partikel dasar tidak benar-benar ada, namun hanya memiliki kecenderungan untuk ada.

Hal seperti inilah yang membuat mau tidak mau, tanpa cocoklogi, orang membandingkannya pada ajaran Buddha. Bedanya Sang Buddha menyatakan hal tersebut melalui pengetahuan langsung, para ilmuwan mengetahuinya melalui metode sains.

Sains juga sejalan dengan anicca, bahwa segala sesuatu yang berkondisi adalah tidak kekal, anda juga tidak akan menemukan sesuatu yang tidak akan berubah/kekal di dunia ini.

Referensi:
http://en.wikipedia.org/wiki/Anatta
http://en.wikipedia.org/wiki/Buddhism_and_science

6 comments:

  1. Terima kasih banyak untuk artikel mengenai "Anatta" ini. Benar-benar sangat membantu. Nammo Buddhaya..

    ReplyDelete
  2. Pemahaman ini bagus sekali..tapi lalu bagaimana dalam kehidupan kita sehari hari...kaitan pemahamann akan Anatta dalam kehidupan kita sehari hari...selain daripada kita tidak perlu merasa sombong atau berlaku sombong..
    Lalu kita tidak perlu merasa tersingung sekalipun kita dihina/diperlakukan tidak dengan selayaknya/sopan?...apakah demikian?...mohon pencerahan..terimakasih..namaste sothi hotu

    ReplyDelete
  3. Dewi, Sang Buddha sudah memberikan jalan yang jelas dan terang, tidak abu-abu, yang dapat kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu: Jalan Mulia Berunsur Delapan.

    Yang perlu kita lakukan adalah berlatih sesuai jalan tersebut. Pasti ada rintangan, tapi demikianlah cara berlatih. Pikiran sangat liar dan cepat, tapi usahakan kesadaran kita lebih cepat dari pikiran. Tidak mudah, tapi bisa dan semakin kita melatihnya, akan semakin mudah dan pikiran yang liar semakin dapat diatasi secara bertahap.

    Contohnya, jika anda dapat merasa bahwa anda mungkin sedang berlaku sombong, berarti kesadaran anda telah bekerja dan kesombongan dapat ditahan, pikiran sombong tersebut tidak berkembang lagi setelah anda menyadarinya. Bayangkan jika kesadaran anda kalah cepat, kesombongan itulah yang akan menjadi kebiasaan dan mengakar pada diri sendiri.

    Sama dengan hal lain, tersinggung/merasa di hina, sadarilah dan stop pikiran yang tidak bermanfaat. Sebaliknya kembangkan pikiran baik seperti cinta kasih, dan lakukan dengan kesadaran penuh.

    Saya juga sedang berlatih, semoga kita semua dapat mencapai tujuan.

    ReplyDelete
  4. Mohon pencerahannya mengenai anatta. saya bisa menerima pengertian mengenai semua tidak ada inti. tapi jika dikaitkan dengan karma dan kehidupan kita berikut saya masih bingung. Jika memang tidak ada inti, siapa yang akan bertanggung jawab dari semua karma kita? Apakah brarti saya bisa berperilaku seenaknya karena saya tidak haris bertanggung jawab di kehidupan berikutnya?
    Adakah referensi bacaan tentang anatta ini?
    Terima kasih sebelumnya atas responnya..

    Salam,
    Herman

    ReplyDelete
    Replies
    1. ada kebenaran konvensional dan ada kebenaran absolut/mutlak. Kebenaran konvensional adalah kebenaran yang telah disepakati dalam percakapan sehari-hari, misalnya "aku", "kamu". Sang Buddha juga menggunakan "aku" walaupun mengetahui bahwa tidak ada "aku" (dalam hal kebenaran mutlak).

      Kita terlahir lagi karena karma kita juga, perjalanan belum selesai dan itu menjadi tanggung jawab kita, Buddha mengatakan jadikanlah dirimu sebagai pulau dan pelindung, jangan menyandarkan diri pada makhluk lain, pegang dhamma sebagai pelindung. Dalam perjalanan ini, kita berusaha memahami anatta dukkha anicca. Menggunakan dhamma sebagai rakit untuk mencapai pantai seberang (pencerahan), lalu lepaskan.

      referensi lain tentang anatta bisa dibaca di http://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/bab-vii-anatta-doktrin-tanpa-aku/

      Delete
  5. Online Casino (2021) | Play Slots, Live Dealer, Blackjack, Roulette
    Online Casino · Slots · Live Dealer · Live Blackjack 메리트카지노 · Online Roulette · Live Blackjack · Live Casino · Live Craps · Live 카지노사이트 Casino · Live Poker 온카지노 · Live Sports Betting.

    ReplyDelete